Selayang pandang
Perkeretaapian Indonesia
Kehadiran
kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan
KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh
Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM)
yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada
hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan
swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian
pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk
membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan
panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh de-ngan pesat. Kalau tahun 1867
baru 25 Km,
tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km.
Selain
di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara
(1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di
Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya
dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat
diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi
jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945,
karyawan KA yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil
alih kekuasa-an perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut
terjadi pada tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan
sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945
kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperbolehkan campur tangan
lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya
28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya
Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Mutiara Timur adalah nama kereta api yang
dioperasikan oleh PT Kereta Api di Jawa dengan jurusan Surabaya - Banyuwangi.
Kereta api Mutiara Timur dioperasikan pertama kali pada tahun 1972 dengan menawarkan layanan kelas ekonomi dan bisnis. Sejak tanggal 7 April 1996 diluncurkan layanan baru dengan menggantinya menjadi kelas bisnis dan eksekutif. Kereta api ini sengaja dirancang ulang untuk kelas bisnis dan eksektutif yang menginginkan perjalanan ke Pulau Bali dan sebaliknya. Kereta ini menempuh koridor Surabaya - Banyuwangi dengan jarak 257 km, ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam 30 menit.
Kereta api Mutiara Timur dioperasikan pertama kali pada tahun 1972 dengan menawarkan layanan kelas ekonomi dan bisnis. Sejak tanggal 7 April 1996 diluncurkan layanan baru dengan menggantinya menjadi kelas bisnis dan eksekutif. Kereta api ini sengaja dirancang ulang untuk kelas bisnis dan eksektutif yang menginginkan perjalanan ke Pulau Bali dan sebaliknya. Kereta ini menempuh koridor Surabaya - Banyuwangi dengan jarak 257 km, ditempuh dalam waktu sekitar 6 jam 30 menit.
Dalam perjalanannya, kereta api dengan kapasitas 360 tempat duduk yang terdiri atas 2 kereta kelas eksekutif, 1 kereta makan KMP2 dan 4 kereta kelas bisnis ini berhenti di Stasiun Sidoarjo, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Tanggul, Rambipuji, Jember, Kalisat, Kalibaru, Kalisetail dan Rogojampi.
Untuk penumpang yang akan meneruskan perjalanan dari Banyuwangi ke Denpasar dan sebaliknya disediakan bus eksekutif sebagai bagian dari keseluruhan pelayanan yang disajikan oleh PT. Kereta Api. Setiap harinya terdapat dua alternatif perjalanan kereta api dari Surabaya - Banyuwangi dan dari arah sebaliknya dengan jadwal pemberangkatan pada pagi dan malam hari.
No comments:
Post a Comment