Friday, March 27, 2015

Kapal Perang TNI AL KRI Kelas Teluk Semangka



KRI Teluk Semangka Class 

TELUK Semangka Class merupakan kapal  perang TNI AL jenis angkut tank (LST) dan kargo yang dibeli dari Korea Selatan. Kapal jenis ini dibangun perusahaan Korea - Tacoma SY, Masan pada tahun 1981. Indonesia melalui TNI AL mengakusisi 6 kapal dari jenis yang sama.

Kapal lain dalam Teluk Semangka Class adalah :
- KRI Teluk Semangka (512)
- KRI Teluk Penyu (513)
- KRI Teluk Mandar (514) 
- KRI Teluk Sampit (515)
- KRI Teluk Banten (516)
- KRI Teluk Ende (517)

Teluk Semangka Class merupakan jenis kapal pendarat (LST / Landing Ship Tank) kelas Takoma.



Spesifikasi Teluk Semangka Class:

Panjang                     : 100 m
Lebar                         : 15,4 m
Draft                          :  4,2 m
Berat                         : 3,770 ton
Kapasitas Kargo       : 1,800 ton / 690 ton untuk misi pendaratan tank / 220 pasukan 
                                    infanteri
Kecepatan                 : 15 knot
Mesin                        : dua mesin diesel menghasilkan 5.600 HP
Awak kapal               : 117 orangberserta perwira
Negara Pembuat      : Korea-Tacoma SY, Masan, Korea Selatan
Tahun pembuatan    : 1981
Persenjataan            : 3 meriam 40 mm, 2 senjata mesin 20 mm & 2 senjata mesin 12,7 mm

Kapal jenis ini semua terdapat fasilitas dek helikopter di bagian belakang untuk operasi udara.


Bistrokhodny Tank Uni Soviet



BT Fast Tank



Pada tahun 1930-an, kekuatan utama pasukan tank Uni Soviet bertumpu pada tank ringan T-26 dan BT fast tank. BT sendiri adalah singkatan dari Bistrokhodny Tank alias tank cepat. Tank ini dikenal oleh tentara Rusia sebagai Tri-Tankista atau three tanker karena tank ini diawaki oleh tiga orang.

Pengembangan tank BT sendiri dimulai pada tahun 1931 ketika Rusia membeli unit tank T3 Christie dari Amerika Serikat. Pengiriman tank itu sendiri disamarkan dengan nama pembelian traktor pertanian dan dikirim ke Rusia tanpa dilengkapi turret, mengingat penjualan tank itu dilakukan oleh John Walter Christie tanpa izin pemerintah AS. Selain menjual dua unit tank, Christie juga menjual gambar desain T3 Christie kepada Rusia.

Setelah tiba di Rusia, tank dan gambar desain tank tersebut dikirim ke Kharkov LocomotiveWorks untuk dipelajari. Dari hasil mempelajari tank T3 Christie tersebut pada pertengahan tahun 1931 berhasil dibuat prototype tank BT-1, walaupun prototype tersebut belum dilengkapi dengan turret. BT-1 kemudian dikembangkan menjadi BT-2 pada akhir tahun 1931. Tank BT-2 memasuki tahap produksi pada awal tahun 1932. BT-2 ini dilengkapi dengan turret serta persenjataan berupa sepucuk meriam Model 1930 kaliber 37mm dan senapan mesin ringan DT kaliber 7,62mm. Namun karena kekurangan meriam kaliber 37mm maka akhirnya banyak BT-2 yang diproduksi hanya dengan persenjataan tiga pucuk senapan mesin DT kaliber 7,62mm. BT-2 kemudian dikembangkan menjadi BT-3 yang pada dasarnya merupakan BT-2 namun diproduksi dengan menggunakan metric system.

Pada pertengahan tahun 1932, pimpinan militer Rusia menginginkan tank ini dipersenjatai dengan meriam yang lebih besar dan akhirnya melahirkan BT-5 dengan persenjataan utama meriam kaliber 45mm. BT sendiri dikembangkan oleh Rusia karena pada saat itu mereka memiliki konsep pasukan lapis baja khusus yang disebut DD Groups. Pasukan lapis baja ini dibentuk untuk mampu beroperasi jarak jauh secara independen dan bertugas melumpuhkan target-target strategis seperti markas besar musuh, pusat-pusat logistik, dan juga pangkalan udara. Konsep ini bisa dikatakan sama dengan Long Range Desert Group (LRDG) dan Special Air Service (SAS) Inggris dalam pertempuran melawan pasukan Jerman di Afrika Utara dalam Perang Dunia II. Hanya saja jika LRDG dan SAS menggunakan truk atau jip yang dipersenjatai, maka konsep militer Rusia (yang muncul sebelum Perang Dunia II ini) menggunakan tank ringan yang mampu bergerak cepat dan lincah.


Untuk mendukung rencana pembentukan DD Groups ini maka Rusia menggunakan tank BT. Sama seperti T3 Christie, maka pada tank BT ini pun track dapat dilepas dengan mudah dan tank BT dapat berjalan dengan roda di jalan raya. Proses bongkar pasang track pun tidak memakan waktu terlalu lama, hanya sekitar 10-15 menit. Namun pada kenyataannya tentara Rusia pun jarang sekali memanfaatkan kemampuan tank ini untuk berjalan dengan roda di jalanan.

Rusia mengadakan beberapa latihan tempur pasukan lapis baja dalam skala besar di pertengahan tahun 1930-an. Dari hasil latihan tersebut kemudian diketahui bahwa untuk menjalankan konsep DD Groups dibutuhkan pula dukungan artileri sebagai fire support saat tank-tank BT melakukan serangan. Untuk itu maka dibuat varian BT-5A yang dipersenjatai dengan meriam kaliber 76,2mm. Meriam ini sama dengan meriam yang digunakan pada medium tank T-28. Hasil latihan juga memperlihatkan lapisan baja tank ini kurang memberikan proteksi bagi awaknya.

Pada tahun 1935 muncul BT-7 yang merupakan hasil pengembangan dari BT-5. Selain menggunakan mesin yang lebih bertenaga dan lapisan baja yang lebih tebal, tank ini juga menggunakan rancangan sloped armor yang kemudian diterapkan di medium tank T-34. Persenjataan utama BT-7 sendiri sama dengan BT-5, yaitu meriam kaliber 45mm dan senapan mesin ringan kaliber 7,62mm. Dari berbagai versi tank BT ini, hanya BT-5 dan BT-7 yang kemudian digunakan dalam pertempuran yang sesungguhnya.

Pertempuran pertama yang melibatkan tank ini terjadi dalam perang saudara Spanyol. Pasukan Republik memperoleh bantuan senjata dalam jumlah besar dari Rusia, termasuk tank BT-5. Tank ini terbukti lebih unggul dari tank L3/33 dan Panzer I yang digunakan oleh pasukan Nasionalis. Selanjutnya pada tahun 1939 ikut digunakan dalam pertempuran ketika terjadi konflik perbatasan antara Rusia dengan Jepang. Tank BT juga digunakan oleh Rusia dalam invasi ke Polandia dan Finlandia pada tahun 1939.

Ketika Jerman menyerbu Rusia pada bulan Juni 1941, kekuatan utama pasukan tank Rusia adalah tank BT-5 dan BT-7. Konsep DD Groups sendiri gagal diterapkan dalam pertempuran melawan Jerman dan lebih dari 2.000 tank BT hancur dalam pertempuran, sementara ratusan unit lainnya terpaksa ditinggalkan karena kekurangan suku cadang dan bahan bakar.
Dalam Perang Dunia II sendiri tank BT kemudian banyak digantikan oleh T-34 yang memiliki performa lebih baik, namun tank ini tetap digunakan sampai Perang Dunia II berakhir. Pertempuran terakhir yang melibatkan tank BT terjadi ketika BT-7 digunakan untuk mendukung serbuan pasukan Rusia terhadap pasukan Jepang di Manchuria pada tahun 1945.



BT-7 Fast Tank
Crew : 3
Armament : 1 x 45mm M1935 gun (188 rounds), 1 x7.62mm DT machine gun (2,142 rounds)
Length : 5.66 m
Width : 2.29 m
Height : 2.42 m
Combat weight : 13,900 kg
Engine : 1 x 500 hp Model M17T 12-cylinder petrol engine
Maximum road speed : 53 km/h (tracks), 73 km/h (wheels)
Range : 430 km

BT-7 Fast Tank
Crew : 3
Armament : 1 x 45mm M1935 gun (188 rounds), 1 x7.62mm DT machine gun (2,142 rounds)
Length : 5.66 m
Width : 2.29 m
Height : 2.42 m
Combat weight : 13,900 kg
Engine : 1 x 500 hp Model M17T 12-cylinder petrol engine
Maximum road speed : 53 km/h (tracks), 73 km/h (wheels)
Range : 430 km

Ultima Bus



 Tri Sakti karoseri

Selayang pandang

Karoseri TRI SAKTI Magelang adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi bus besar, bus sedang, bus gandeng dan double-decker bus. Didirikan oleh Mr Widodo pada tahun 1983, yang terletak di Jl. Raya Magelang - Purworejo Km.10, Tempuran, Magelang, Jawa Tengah.

Didukung oleh staf ahli dan sebanyak 300 karyawan, mesin dan peralatan produksi yang lengkap, dan luas bangunan lebih dari 20.000 m2, Karoseri TRI SAKTI memiliki kapasitas produksi hingga 500 unit per tahun. Karoseri TRI SAKTI telah membuktikan kualitas produknya tetap selama hampir 30 tahun dan memiliki pangsa pasar nasional. 

Berikut penulis akan berbagi informasi tentang sebuah produk karoseri trisakti yaitu ultima yang sudah banyak digunakan bebrapa operator bus di Indonesia. (gambar berikut bukan untuk ajang promosi atau menjatuhkan pihak lain)





Wednesday, March 25, 2015

Thompson Sub Machine Gun (Tommy Gun, Senapan Pilihan Gangster Amerika)



Senapan mesin ringan (submachine gun) Thompson, juga dikenal sebagai Tommy Gun, dirancang oleh Jenderal Amerika, John T. Thompson, pada tahun 1919. Senapan ini menjadi terkenal pada tahun 1920an, saat digunakan oleh banyak gangster ternama seperti Al Capone, Machinegun Kelly, dan John Dillinger. 

Sejarah 
Ketika sedang mengembangkan senapan mesin ringan, Jenderal Thompson ingin membuat sebuah senapan semi-otomatis yang dapat dengan aman dan mudah digunakan dalam situasi pertempuran.Thompson dan timnya segera menyadari beberapa kekurangan pada prototipe awal dan segera melakukan perbaikan.
General Thompson kemudian mengusulkan gagasan “senapan mesin genggam” bukan lagi senapan semi-otomatis. Senjata baru ini akan memiliki kemiripan dengan Bergmann MP18 dari Jerman yang merupakan senapan mesin ringan pertama. Pada awalnya, senapan rancangan Thompson disebut Annihilator tetapi berganti nama menjadi Thompson Machine Gun sebelum akhirnya dipasarkan.



Salah satu pengguna awal senapan ini adalah US Postal Inspection Service. Mereka menggunakan senjata untuk mencegah perampokan surat. Korps Marinir Amerika Serikat segera mengikuti menggunakan Thompson, disusul oleh sejumlah lembaga penegak hukum.



Senjata itu juga tersedia untuk warga sipil tetapi tidak terlalu populer akibat harganya yang mahal ($ 200 atau $ 2.500 nilai saat ini). Harga yang mahal dikarenakan senapan ini dbuat dari bahan berkualitas tinggi dan biaya produksi yang tinggi.


Namun demikian, Tommy gun tetap diserap oleh sebagian kecil warga sipil, terutama para anggota mafia terkenal pada tahun 1920an. Para anggota gangster sering membongkar senjata ini dan menyembunyikannya dalam tas biola. Thompson submachine gun digunakan secara luas selama Perang Dunia II dan terus digunakan sepanjang abad ke-20. Selama bertahun-tahun, sejumlah varian telah diproduksi termasuk beberapa model semi-otomatis. 

Amunisi

Thompson submachine gun menggunakan amunisi .45 ACP, yang merupakan amunisi pistol. Magazine bisa diisi 185 hingga 230 peluru dengan kecepatan rata-rata 330 meter per detik.