Hawk Mk.127: The Next Level
Fighter Trainer
Sosoknya tak jauh beda dengan
keluarga besar Hawk Mk.100 yang beredar di dunia. Tapi soal kecanggihan, varian
khusus pesanan AU Australia itu punya nilai tersendiri. Inilah salah satu
contoh pengadaan mesin perang yang sesuai dengan kebutuhan.
Australia, dimata para produsen
senjata dunia dianggap sebagai negara paling teliti dan santai dalam program
pengadaan arsenal perang baru. Tak perlu terburu-buru buat menentukan tipe
mesin perang yang bakal dibeli.
Bukan hanya sebatas imej belaka,
proses penggantian armada jet tempur Dassault Mirage IIIO di era 1970-an bisa
jadi contoh. Canberra
butuh waktu sepuluh tahun buat memutuskan penempur F/A-18 Hornet sebagai
kandidat penerus jet-jet buatan Prancis itu. Kejadian macam tadi bukan hanya
berlaku sekali saja. Proses yang cukup memakan waktu juga berlaku saat AB
Australia menggelar proyek pesawat peringatan dini, Wedgetail.
Ketika Australia mengumumkan program
pengadaan jet latih lanjut canggih (LIFT-Lead In Fighter Trainer) budaya
mengulur-ulur waktu tak diterapkan. Dibawah bendera Project Air 5367, program
ini rampung hanya dalam tempo tiga tahun sejak pertama kali diumumkan tahun
1993.
Persaingan ketat
Proses pemilihan varian kursi
ganda Hawk Mk.100 walau tergolong cepat tetap saja melalui jalan cukup berliku
dan diwarnai persaingan ketat antarpabrikan. Ketika proyek dibuka, tercatat
sedikitnya 14 produsen jet latih yang ikut mendaftar. September 1994, Canberra memangkas jumlah
peserta, menyisakan enam pabrikan untuk meneruskan tawarannya.
Fase selanjutnya giliran tiga
peserta yaitu Aero/Elbit L-59F
Albatross, Alenia/Aermacchi/Embraer AMX-T dan Dassault/Dornier Alpha Jet ATS,
terlempar dari arena. Sisanya, Aermacchi MB339, McDonnell Douglas (kini Boeing)
T-45A Goshawk dan BAE System Hawk 100 tetap diperbolehkan bertarung.
Memasuki tahap akhir, barulah Australia
mengeluarkan permintaan spesial yang wajib dipenuhi. Pesawat latih harus
dilengkapi fasilitas glass cockpit, plus sistem otomatisasi generasi akhir
macam HUD (Head Up Display), pengontrol HOTAS (Hands On Throttle and Stick)
untuk kondisi kecepatan tinggi dan high-G. Singkatnya AU Australia (RAAF)
berkeinginan agar lay-out kokpit pesawat nantinya serupa dan sebangun deangan
armada jet tempur F/A-18 maupun pembom F-111.
Canberra memutuskan BAE System dengan Hawk
100 pada 1996. Dalam kontrak yang disepakati 24 Juni 1997, disebutkan bahwa
RAAF bakal menerima 34 unit Hawk 100. Dari jumlah itu satu airframe dipakai
sebagai platform uji statik. Pembelian jet latih ini menghabiskan dana 850 juta
dollar Australia.
Sesuai aturan yang ada, varian Hawk pesanan Australia ini diberi kode Hawk
Mk.127.
Berhasil meraih proyek lumayan
besar tentu saja membuat girang petinggi BAE System. Sebaliknya, bagi para
insinyur pabrikan pesawat asal Inggris, proyek ini merupakan awal kerja keras.
Sejak diumumkan sebagai pemenang hingga 1999, konsentrasi mereka terfokus pada
upaya menciptakan glass-cockpit modern. Bahkan kabarnya lebih maju bila
dibandingkan dengan perangkat sejenis yang terpasang pada jet-jet tempur garis
depan generasi sekarang.
Beda karakter
Punya cita-cita setinggi langit
maka wajar bila konskuensi yang ditanggung juga berat. Terbang pertama kali 16 Desember
1999 di Inggris, kehadiran varian paling canggih Hawk 100 ternyata membuat para
petinggi RAAF pening. Tak usah ke soal teknis dulu, masalah penyediaan tenaga
instruktur saja sudah cukup merepotkan. Untuk memenuhi kebutuhan pilot-pilot
kawakan berkualifikasi Hawk, Canberra
mau tak mau mesti mengimpornya dari sejumlah negara asing.
Salah satu pilot asing hasil
rekrutan itu adalah Flight Lieutenant (Flt Lt) Charlie Cordy-Hedge. Punya
pengalaman terbang 4.500 jam diatas beragam varian Hawk membuat Hedge tahu
benar kelebihan dan kekurangan varian Hawk 127. Seperti dijabarkannya dalam
Aircraft Illustrated (vol 38, no.3), desain tata letak kokpit Hawk RAAF jauh
berbeda dengan varian Hawk Mk 60. Sejumlah komponen avionik tambahan menyulap
pesawat sebagai platform pembawa senjata yang cukup mumpuni.
Beralih ke masalah manuver, untuk
urusan yang satu ini Hedge mengacungkan dua jempolnya. "Pesawat ini
merupakan gambaran dari keselarasan antara kebutuhan dan proyek pengadaan
persenjataan baru." Sesuai keinginan RAAF, sumber tenaga pesawat dirancang
sedemikian rupa untuk operasi pada ketinggian di bawah rata-rata. Daya dorong
statis (static thrust) terasa tak jauh beda bila dibandingkan dengan varian
Hawk lain. Tapi output tenaga yang dihasilkan lebih oke. Kombinasi karakter
macam ini membuat Hawk 127 tak kepayahan saat melaju pada ketinggian rendah
(low level).
Secara kasat mata sosok Hawk 127
tak jauh beda dengan varian Hawk 100 yang diadopsi Malaysia (TUDM) dan Indonesia (TNI
AU). Namun bila disimak lebih teliti ada perbedaan pada bentuk sayap utama. Tak
hanya itu. Sejumlah kelengkapan tambahan juga diimbuhkan. Sebut saja di
antaranya penambahan rel pelontar rudal pada kedua ujung sayap. Selain itu
komponen flaps tempur (combat flaps) turut pula dipasang.
Modifikasi sesuai spek yang
disyaratkan RAAF tadi pada kenyataanya memang membuahkan hasil positif.
"Perubahan berpengaruh pada kecepatan stall pesawat," papar Hedge.
Karakter macam ini dinilai mampu mengasah talenta pilot saat melakukan proses
recovery. Keuntungan lain, manuver pesawat bisa lebih agresif ketimbang Hawk
versi standar saat melakukan simulasi pertempuran udara.
Seperti umumnya pesawat baru,
sejumlah kendala teknis juga sempat dihadapi. Pada awal kedatangan, problem
pada hidrolik, sistem pengontrol terbang serta keterbatasan suku cadang jadi
menu sehari-hari yang kerap dihadapi awak RAAF. "Semua masih dalam batas
kewajaran mengingat pesawat ini sebetulnya punya desain (bagian avionik) yang
benar-benar baru," ungkap Hedge.
Fungsi ganda
Sampai sekarang RAAF
mengoperasikan sedikitnya 33 Hawk 127. Penempatannya dibagi dua. Pertama
dibawah naungan No. 76 Squadron di Lanud Williamtown, negara bagian New South Wales. Sisa
armada Hawk yang ada ditempatkan di Lanud
Pearce, Australia
Barat sebagai bagian dari No. 79 Squadron.
Fungsi utama kedua skadron tadi
memang melatih calon-calon pilot F/A-18 Hornet maupun F-111. Diluar itu, RAAF
juga mematok armada Hawk 127 sebagai elemen bantuan (support role) tembakan
udara bagi pergerakan pasukan darat atau armada kapal perang AL. Sekadar
tambahan, sesuai perjanjian pertahanan antara Australia dan Selandia Baru,
semula fungsi support role berada di tangan armada A-4K Skyhawk AU Selandia
Baru. Kesepakatan itu berakhir pada 2001, sejalan keputusan Wellington untuk menjual semua Skyhawk
miliknya.
Punya tugas tambahan sebagai
elemen tempur tentu saja membutuhkan beberapa persyaratan. Soal daya angkut
senjata, misalnya, Hawk 127 dianggap setara Skyhawk. Demikian pula kecepatan
terbang pada ketinggian rendah, sudah layak. Satu-satunya kekurangan yang
sampai saat ini masih dipikirkan Canberra
adalah melengkapi armada Hawk 127 dengan perangkat RWR (Radar Warning Receiver)
untuk keperluan support role. Untuk mengatasi itu RAAF masih memakai Pel-Air
(varian elektronik Lear Jet) sebagai platform penyedia informasi kala
melaksanakan tugas bantuan udara.
Pada prinsipnya Pemerintah Australia
mendatangkan Hawk untuk keperluan latih. Bagian jeroan pesawat yang kaya dengan
perangkat avionik pesanan spesial plus sedikit modifikasi fisik menyulap
pesawat ini jadi combat capable. Seperti diungkapkan pada akhir wawancaranya,
Hedge berpendapat, "At the end of the day a Hawk is a Hawk, and not a
Hornet". *
Spesifikasi
Dimensi : Panjang 11,95m;
Tinggi : 4,08
m;
Rentang sayap : 9,39 m;
Bobot : 5,4 ton
Kemampuan:
Jarak jangkau : 1.207 km;
Kecepatan : 1.207 km/jam;
Ketinggian maksimal 50.000 kaki
Persenjataan:
Bom konvensional seri Mk.82,
rudal antipesawat AIM-9M
Sidewinder,
kanon Aden kaliber 30 mm
No comments:
Post a Comment